Minggu, 11 April 2010

Keajaiban - Melihat Kuasa Tuhan


Frankfurt, Medio Juli 2009

Setelah menempuh perjalanan kurang lebih 17 jam. pada pukul 14.00 pesawat yang saya tumpangi akhirnya mendarat juga di Frankfurt International Airport. Sebuah perjalanan yang lain dari biasanya, karena kali ini tujuan perjalanan ku adalah demi menuntut ilmu di negeri asing dan jauh dari ibu dan ayah yang selalu mendukung dan mendampingi. Masih dengan jet lag, aku segera menuju counter pengambilan koper..alhamdulillah tidak ada masalah. Di ruang tunggu bandara, saya bisa segera mengenali sesosok wajah cantik yang baru kali itu saya temui..Jeng Popi Puspitasari, sesama DAAD fellow juga. Alhamdulillah, saya bersyukur selalu ada teman-teman yang bersedia bersusah-susah menolong saya. Selanjutnya kami menuju Frankfurt Hauptbahnhof untuk mengejar kereta ke Mannheim.

Di salah satu stasiun kereta tersibuk di Eropa ini, dimulailah babak kehidupan baru saya yang penuh drama di Jerman sini. Dengan luggage seberat 25 kg dan tas punggung berisi komputer dan ijazah asli dari SD, kami bergegas menuju mesin penjual tiket. Akhirnya tiket menuju Mannheim ada ditangan, saya berlari menuju kereta super cepat yang akan segera berangkat. Saying goodbye dan mengucapkan terimakasih pada Popi yang sudah mengantar, saya segera mencari tempat duduk di kereta. Oh but wait, kok serasa ada yang kurang dan barang bawaan saya kok terasa ringan. Oh my God, tas punggung berisi laptop dan ijazah-ijazah itu tertinggal di atas trolley di dekat mesin penjual tiket di Frankfurt Hauptbahnhof. Panik mulai melanda, saya melirik ponsel saya..no power at all. Tidak mungkin memberhentikan kereta tentu saja, stasiun terdekat yang akan disinggahi adalah Darmstadt yang berjarak 30 menit lagi. Keringat mulai mengucur deras dan saya mulai berpikir keras,apa yang harus saya lakukan.. Alternatif pertama saya bertekad kembali ke Frankfurt sesampainya kereta ini ke stasiun terdekat. Alternatif kedua menelepon Popi untuk mengambil tas saya di stasiun, oh tapi ponsel saya mati total :(..Tapi ini adalah alternatif yang paling logis, karena saya tidak mau berpikir bahwa tas saya hilang dan saya kehilangan ijazah dari SD hingga Magister saya.

Karena opsi nya adalah segera menelepon Popi, saya bertekad untuk segera menemukan telepon. Meminjam telepon adalah satu-atunya cara, dengan gugup dan hampir menangis, saya mendekati seorang penumpang di dalam kereta untuk meminjam ponsel nya. Subhanallah, pria muda ganteng itu bersedia meminjamkan ponselnya dan berkata selahkan pakai. Oh ternyata tidak semua orang Jerman dingin dan tidak bersahabat pada orang asing.Uups, alhamdulilah saya masih menyimpan no telepon Popi dalam secarik kertas. Setelah mencoba berkali-kali akhirnya saya mengirimkan sms pada Popi dengan harapan Popi segera membukanya.

Menit-menit itu adalah salah satu menit yang paling menegangkan dalam hidup saya, berharap masih ada keajaiban untuk saya. Sepuluh menit kemudian, saya mencoba menghidupkan ponsel saya, akhirnya ternyata masih bisa hidup dan SMS dari Popi masuk dan berisi " Jeng Vit, don't worry tas nya masih selamat diatas trolley, gw bawa pulang dulu ya"..Ooh itu adalah salah satu SMS yang paling membahagiakan dalam hidup saya. Kalau memungkinkan saya ingin segera bersujud syukur disitu, but I could not speak at all kecuali mengucapkan alhamduliilahirobilalamin ribuan kali. Tuhan sayang sekali sama saya. Saya membayangkan kalau kejadian itu terjadi di Indonesia atau bahkan negara-negara lain. Atau mungkin juga jika kejadian itu terjadi di Jerman juga tapi saya sedang tidak beruntung.

Sesampainya di Mannheim, ada senior yang sudah menanti untuk mengantar ke tempat saya bakal tinggal selama di Mannheim. Lagi-lagi saya bersyukur, banyak yang sayang sama saya. Bahkan sang senior ini meminjamkan communicatornya untuk saya berkomunikasi selama tas saya masih di Frankfurt.

Jika ingat kejadian itu, saya masih pucat untuk membayangkannya. What if..what if..Bahkan ketika saya menceritakan kejadian ini pada teman-teman Jerman saya, mereka berkata kamu sangat beruntung. Bahkan di negara se aman Jerman pun, jika ada tas tergelatak seperti itu sangat mungkin mengundang orang jahat untuk mengambilnya. Saya cuma bisa berkata sekali lagi Maha Besar Tuhan.

Mannheim, Agustus 2009

Di dalam toko Asia yang tidak nyaman, saya sedang berbelanja beberapa kebutuhan. Sebelum masuk saya sudah mengecek dompet, semua nya lengkap. Ketika akan membayar, saya mengeluarkan dompet ternyata dompet nya tidak ada. Mencari-cari ke sekeliling toko, si dompet tidak diketemukan. Saya kembali ingin menangis, karena didalam dompet itu ada paspor, ATM, Kartu Kredit, sampai SIM Indonesia. Lapor polisi, lapor bank untuk memblokir rekening dan kartu kredit, kemudian saya menelepon ibu saya sambil menangis. Ibu saya cuma bisa bilang yang ikhlas dan istigfar kepada Tuhan. Sepulangnya dirumah, saya cuma bisa berdoa dan dalam kepasrahan saya berbisik pada Tuhan, ya Tuhan tolong sekali ini lagi mudah kan lah urusan saya (itu malam Ramadhan pertama).

Dua hari kemudian ketika sedang belajar dalam kelas, ada pengumuman bahwa ada yang menelpon ke Goethe Institut bahwa telah ditemukan dompet lengkap dengan berbagai macam kartu dan paspor didalamnya, rupanya didalam dompet itu ada juga alamat Goethe Institut. Lagi-lagi saya mengucapkan syukur, dalam kesucian Ramadahan lagi-lagi saya mendapatkan keajaiban dan dapat melihat kuasa Tuhan.

Melihat kejadian beberapa bulan yang lalu, saya jadi teringat nenek saya yang sudah sepuh. Sebelum saya berangkat ke Jerman beliau keukeuh untuk menyelenggarakan pengajian dan syukuran di kampung, dan saya pun keukeuh mencibir dalam hati menganggap enteng makna syukuran itu. Saya masih ingat juga kata-kata yang terlontar dari bibirnya pada para undangan, dia memohon agar didoakan supaya selama berada di luar negeri saya selalu disayang banyak orang. Begitu sederhana permintaan nya. Begitu juga ketika saya berpamitan padanya, sambil menangis dia berkata mudah-mudahan di Jerman banyak yang menyayangi saya. Dan saya sekarang bisa berkata, alhamdulillah Bu selama saya disini semua orang sayang sama saya. Semua teman yang saya kenal disini dari berbagai macam ras dan bangsa sayang dan peduli pada saya, dalam suka dan duka. Subhanallah, disini saya banyak belajar banyak tentang kehidupan. Dan janji Tuhan ternyata selalu benar, siapa yang menanam dia yang menuai. Subhanallah.

Tidak ada komentar: