Sabtu, 13 Desember 2008

What should I do when facing teens pregnancies ??


Kira2 dua bulan lalu datang seorang gadis berusia 14 tahun ditemani ibunya ke kantor kami. Maksud kedatangan nya "agak" istimewa, ingin mengakhiri kehamilan yang telah berusia 7 minggu. Oops...kasus yang sangat dilematis. Setelah kami berikan konseling untuk tetap meneruskan kehamilan, akhirnya mereka pulang dengan alasan pikir2 dulu. Saya ngenes banget...Ooh kaum ku
Tiga minggu kemudian, mereka datang lagi. Kali ini ditemani sang ayah. Orang tua si ABG ini hanyalah pedagang kecil. Ibunya berjualan makanan kecil di pinggir jalan. Si ABG (kita sebut saja "N") mengaku dihamili (suka sama suka) oleh pacar nya yang beberapa tahun usia nya lebih tua. Kali ini "N" datang mengenakan seragam SMP. DIa tengah mengikuti orientasi SMA. Ia menangis karena masih ingin tetap sekolah, tapi dengan perut yg semakin membuncit, suatu saat pihak sekolah pasti akan mengeluarkan dari sekolah. Saya sarankan untuk tetap meneruskan kehamilan (karena usia kehamilan sudah menginjak 10 -11 minggu) dan mengambil cuti sekolah tahin ini, tahun depan ia bisa kembali ke sekolah.
Sang ibu sambil menangis mengatakan bahwa tahun ini mungkin satu2 nya kesempatanuntuk mengenyam pendidikan gratis, karena tahun depan mungkin sekolahnya sudah tidak gratis lagi. Saya cuma bisa menghela nafas, benar2 pilihan yang sulit:
1. Meneruskan kehamilan --> dia akan kluar dari sekolah. Dengan keadaaan or tu tak mampu,kami khawatir beberapa tahun kedepan dia akan menjadi salah satu penghuni tempat "lokalisasi" (akibat skill yg sangat terbatas). Masa depan nya makin tak jelas. Dan ia juga pasti salah satu yang termasuk "resiko tinggi" untuk mengandung anak di usia yang semuda ini.
2. Diakhiri kehamilan nya. Usia kehamilan sudah besar, kebijakan yang ada (dan salah satu yg disepakati dengan MUI) bahwa yang bisa ditolong jika umur keamilan kurang dari 40 hari atau memang ada penyakit yg membahayakan ibu.

Saat itu kebetulan dengan alasan dokter ahli nya sedang keluar kota, maka kami mengatakan pada mereka tak dapat membantu. Entahlah tak ada kabar berita lagi sejak itu.

Apa yang semestinya kami lakukanjika menemui kasus seperti ini, saya memperkirakan kasus seperti ini akan terus berulang.Karena menurut Kantor Pusat nun jauh di London sana, kasus seperti ini mesti dibantu tanpa adanya diskriminasi. Tapi disini banayk aturan yang membelenggu seperti UU Kesehatan yang tidak melegalkan upaya penghentian kehamilan, juga norma, etika dan hati nurani.

Benar saja, tadi siang datang lagi seorang anak dan orang tuanya. Kali ini rekor kembali pecah, karena seorang anak berusia 13 tahun datang dengan umur kehamilan 24 minggu.

1. Apakah kesehatan reproduksi khusus nya sex ed kepada remaja sangat tidak efektif.
2. Apakah posisi tawar perempuan di Indonesia masih sangat lemah (terbukti pada dua kasus di atas anak2 perempuan hanya menjadi objek).
3. Kalau kasus seperti ini terus berulang, no wonder lah kalo IPM (indeks pembangunan manusia) Indonesia sangat rendah