Minggu, 15 Juni 2008

Pengobatan setengah hati

Hmm, kemarin saya ikutan pengobatan massal yang diselenggarakan oleh salah satu stasiun radio swasta dan perusahaan kopi,bekerja sama dengan kantor tempat saya bernaung. Saya berpartisipasi sebagai dokter tentunya (ya iya lah masa' mau ikut jadi pasien sih). Bersama boss saya dan beberapa staf dari kantor, meluncurlah kami di tengah hari yang sejuk kemarin ke spot acara yang berlokasi di wilayah yang termasuk kab.Bandung.
Acara nya cukup meriah. Ketika kami datang, panggung yang berisikan hiburan rakyat-dangdut- mulai membahana. Stand penjualan kopi cukup ramai diserbu pengunjung. Dan kami pun mulai masuk ke sebuah ruangan yang di desain sebagai tempat periksa di kantor kepala desa tersebut.
Singkat cerita, pasien mulai berdatangan. Boss saya, menetapkan bahwa pasien yang akan dilayani tidak lebih dari 150 orang (karena pihak radio tersebut hanya memberikan uang Rp. 500 ribu sudah termasuk obat dan biaya perjalanan dokter). Satu persatu pasien dipersilahkan masuk untuk diperiksa. Nah disinilah yang membuat hati saya miris. Dengan jatah sekitar kurang dari Rp.300 ribu, kebayang kan obat-obat apa sih yang bisa dibawa.
Pasien hanya diperiksa tekanan darah nya, terus kita lakukan anamnesis sederhana, pemeriksaan fisik yang juga sederhana. Akhirnya diberi obat yang juga amat-amat sederhana.
Kondisi serupa juga akan dijumpai kalau kita melihat sistem pengobatan di Puskesmas.
Sebagian besar peserta pengobatan massal ini adalah masyarakat miskin. Tapi apakah berarti bahwa masyarakat ini tidak berhak mendapatkan pengobatan yang layak. Ini kah wajah pelayanan kesehatan di Indonesia. Terus terang hati kecil saya berontak. Antara ingin mengobati dengan selayaknya dengan keadaan riil di lapangan. Jangan salahkan saya kalau saya selalu menolak untuk melaksanakan masa bakti di Puskesmas.
Inilah hal yang yang selalu meyedihkan dalam kegiatan pengobatan masal. Saya sedih karena hasil pengobatan saya jauh dari bermutu dan memadai. Kalau saya boleh memilih dan memberi saran, sebaiknya stasiun radio itu tujuan nya untuk bakti sosial atau hanya untuk show off saja?. Daripada alokasi anggaran digunakan untuk menyewa artis dangdut, lebih baik uang nya digunakan untuk membeli obat yang memadai. Daripada memberi pengobatan yang asal-asalan lebih baik tidak usah saja deh.

1 komentar:

Anonim mengatakan...

begitulah bu, saya juga sedih, mereka gampang banget keluar duit kalo keperluan promosi, terlebih untuk show off, lainnya, cuman aksesoris pemenarik massa aja.